Menjadi mahasiswa
mungkin merupakan fase dalam kehidupan yang setiap tahun semakin menjadi sangat
penting. Jika dulu kuliah hanya untuk orang-orang yang punya banyak biaya, saat
ini siapa pun bisa kuliah. Dari anak petani hingga anak pejabat, dari beasiswa
pemerintah atau swasta. Awal-awal masa menjadi mahasiswa yang baru saja melepas
status dan seragam putih abu-abu menjadi masa-masa yang akan menentukkan nasib
bagi sebagian orang atau untuk sebagian yang lain hanya sekedar mengikuti
perintah orang tua dan trend. Belum lagi jika kuliah itu harus dilakukan jauh
dari orang tua alias merantau. Biaya tambahan untuk ngekos dan segala kebutuhan
selama kuliah menjadi beban tersendiri. Itu sebabnya para orang tua sangat
menuntut harus menyelesaikan kuliah lebih cepat atau tepat pada waktunya.
Selain untuk menghindari biaya kuliah tambahan jika tidak lulus tepat waktu,
juga menghindari biaya tambahan untuk kebutuhan hidup jika merantau. Dan
mungkin, agar si anak atau mahasiswa tersebut bisa sesegera mungkin menjadi
mandiri dalam artian bisa segera bekerja dan menghidupi dirinya sendiri. Tapi,
ada yang terlupa dari para orang tua dan juga mahasiswa itu sendiri. Bahwa
ternyata, kuliah itu tidak semudah kelihatannya atau tidak seindah yang sering
diceritakan oleh orang-orang yang telah menyelesaikan masa tersebut.
Mengikuti kuliah memang
mudah. Masuk kelas, presensi, mendengar celotehan dosen yang belum tentu bisa
dimengerti, makan siang di kantin, jika ada jadwal kuliah lagi tinggal masuk
dan kalau tidak ada tinggal pulang. Begitu saja siklusnya. Saya
termasuk dalam kategori semua jenis mahasiswa. Yang rajin masuk kuliah, yang
rajin menyimak dan menulis semua materi kuliah, membuat tugas kuliah, dan juga
menjadi mahasiswa yang kerjanya hanya menggampangkan masalah, seperti saat ada
teman yang mengajak bolos kuliah saya juga ikut. *hehehe...
"Ketika awal masuk
kuliah pengennya cepat tingkat akhir lalu pengen cepat lulus!"
Mahasiswa tingkat
akhir?? Mungkin ada diantara kalian yang berpikir “itu, keren”, “udah paling
senior dikampus”. Iya, saya juga berpikir seperti itu, tapi dulu. Itu dulu
banget ketika aku baru masuk ke dalam dunia per-mahasiswa-an.
Awalnya, saya pikir
dengan menjadi mahasiswa tingkat akhir, yang jelas dosen udah pada kenal,
kehidupan saya di kampus bakalan lebih mudah. Lebih mudah buat akses
infrastruktur kampus. Bakal banyak yang lebih ngenal aku, kehidupan bakal lebih
santai daripada mahasiswa baru.
Dulu waktu aku jadi mahasiswa baru, masih muka lucu-lucunya, foto profil
facebook pasti foto pake almamater kesayangan.
Mungkin Tuhan menjawab
doa saya. Kini predikat mahasiswa tingkat akhir udah nebeng ke jidat. Dengan
predikat itu, jelas harus lebih dewasa, lebih mengayomi adek-adek semester.
Tapi pas nyampe tingkat
akhir kayak disamber petir. Iya sih mata kuliah yang perlu tatap muka di kelas
sudah tinggal sedikit atau bahkan tidak ada, ngebayangin itu kayak kita bakalan
menikmati semester akhir dengan indah, dengan slow sambil nari hula-hula. Tapi
itu hanya MIMPI.. Sekali lagi hanya mimpi
Adalah SKRIPSI yang
menghancurkan mimpi itu semua. sebagian besar orang akan menyebut skripsi,
skripsi, dan bermacam-macam skripsi dengan embel embel lain di belakangnya.
Sebenarnya ada sih cara gampang ngadepin skripsi, salah satunya minta dibuatin
sama orang yah tapi bakalan makan banyak duit yang keluar, tapi nggak bakalan
mumet, nggak bakaln galau. Kita tinggal pelajari aja itu bahan saat mau sidang
besoknya. Tapi kalo saya selain buang buang uang sih juga kok kayak
menyia-nyiakan kuliah kita yang sudah 7 semester ya.
Udah beberapa minggu
ini akhirnya saya balik lagi ke kampus setelah mengasingkan diri ke negeri
dongeng. Kini kehidupan saya layaknya sinetron yang diberi judul “Mahasiswa
Dikejar Deadline”. Iya deadline, jalan kematian.. aku harus mati-matian nyelesai-in
tugas akhir kampus ini. Aku harus mati-matian ngilangin rasa bosan karena aku
dikejar deadline. Aku harus mati-matian ngehubungin dosen buat ketemuan. Iya,
dosennya susah banget diajak ketemuan, padahal aku bukan ingin menyatakan cinta
sama dosen.
Pernah ada juga adek
semester nyeletuk, “Kk enak ya banyak hari
libur, ga perlu tiap hari ke kampus
lagi”.
Kalian salah, disaat
kalian udah ga ngelakuin hal itu semua lagi, kalian pasti merindukannya. Aku
juga pernah bilang kalimat yang sama ke kakak semester waktu dia jadi mahasiswa
tingkat akhir. Dan apa jawaban dari kakak semester itu, Kalian ga akan pernah
tau gimana rasanya menjadi kami jika kalian belum pernah ngalami seperti yang
kami alami. Dan itu juga yang akhirnya aku ungkapin ke mereaka yang nyeletuk
itu.
Hal lain yang bikin
menjengkelkan adalah pasti ditanyain sama keluarga besar, kapan wisuda, gimana
mau lanjut S2nya kapan? *S2 S2 apaaan, skripsi aja belum kelar sudah ada
pertanyaan gituan. Nggak didunia nyata di dunia maya pun begitu, Kalo chat
BBM pasti bakalan banyak yang nanya
KAPAN WISUDA????
Pokoknya pertanyaan
“Kapan Wisuda?” dan sejenisnya adalah pertanyaaan yang paling nggak pengen saya
dengar sekarang. Tolong biarkan saya menyelesaikan skripsi saya dulu. Cukup bantu
doanya aja ya syukur-syukur ada yang mau bantu nyelesain skripsinya hehehe. Bagi
teman-teman yang lagi menyelesaikan skripsinya semangat saja dah.. semoga ALLAH
membukakan jalan bagi kita semua.Yang terpenting jaga kesehatan juga lah dan
jangan sampe bunuh diri karena SKRIPSI. Everything will be ok.